Jung Soo Ahjussi Part 2

Jung Soo POV

“Tolong banget yaa… jangan panggil ahjussi… panggilnya Oppa aja…” kataku agak malu. Glek… apa-apaan nih? Kok aku…

“Mak… maksud ahjussi apa nih?” tanyanya sambil garuk-garuk kepala.

“Aku kan… masih… 28 tahun…” kataku pelan. Dia terdiam melihatku.Sepertinya aku Nampak seperti orang aneh…

“Lalu kalau umur ahjussi 28 tahun, kenapa? Ada yang salah?”

“Kamu tidak perlu memanggilku ahjussi…”

Hening.

“Lalu, maunya dipanggil apa?” tanyanya pada akhirnya.

“Panggil oppa saja…”

“Oppa? Oppa? OPPA?!! Kau gak salah bicara kan ahjussi? HAHAHAHAAAA!!!” katanya sambil tertawa keras dan lepas, sampai-sampai keluar air mata di matanya. Wajahku panas.. panaaasssss sekali..

“Ahjussi? Ahjussi? Kau tidak apa-apa?” DEG! Aku terbangun dari lamunanku. Aish… aku merinding membayangkannya. Aku sebenarnya hendak meminta padanya agar memanggilku oppa… tapi… setelah apa membayangkannya tadi… ah tidak! Terima kasih! Kalo kejadian itu terjadi, aku mungkin akan amat sangat malu dan segera mengundurkan diri dari kantor. Aaaahh!! Tuhaaaan!! Aku tidak mau dipanggil AH-JU-SSI!!!!! Bahkan keponakanku yang berumu 3 tahun memanggilku oppa!! Jinjjaaaaaa~!!!

“Ahjussi? Kau benar tidak apa-apa?” tanyanya lagi.

“Ah? A… aniyo… gwaenchana… ehm… lebih baik kita masuk saja lagi…” ajakku.

“Aish tidak mau… ahjussi saja yang masuk, aku masih ingin disini. Aku tidak tahan dengan ocehan appa,” katanya sambil menatap langit. Tiba-tiba aku ingin mengurungkan niatku semula. Aku ikut menatap langit bersamanya. Waah… cerah sekali malam ini. Bintangnya banyak…

“Katanya ahjussi mau masuk?” tanya Jae Rin beberapa menit kemudian.

“Eh? Ehm… tidak jadi… benar juga katamu, hehe…” kataku. Aku lihat ia kembali menatap langit, seperti memikiirkan sesuatu. Hening pun datang cukup lama.

“Ahjussi… kau pernah lihat bintang jatuh?” tanyanya tiba-tiba.

“Bintang jatuh? Belum sih… kau?”

“Pernah sekali. Saat aku berada di kampung appa-ku. Bila malam, disana akan terpampang langit yang takkan pernah kau temui di Seoul yang padat ini.”

“Lalu… kau meminta apa dari bintang jatuh itu?”

“Aku… tidak minta apa-apa…”

“Waeyo? Bukankah menurut mitos, bintang jatuh bisa mengabulkan apa yang kau minta?”

“Humm… aku juga tau itu. Tapi, saat bintang itu jatuh, aku belum memikirkan permintaan apa yang hendak aku minta dari bintang jatuh. Permintaanku terlalu banyak…” Aku menoleh kepadanya. Ia masih melihat langit dengan tenang. Aku segera memalingkan wajahku dan menatap langit lagi agar tidak ketahuan olehnya.

“Segitu banyak kah? Pasti ada dong satu saja yang menjadi permintaanmu yang paling kau inginkan?”

“Ada. Tapi, aku dilemma dengan dua permintaan. Yang pertama, aku ingin agar aku bisa lulus kuliah dengan cepat. Yang kedua… aku ingin… segera menemukan jodohku…” Perutku memulas saat ku dengar permintaannya yang kedua. Jodoh? Berarti… dia belum punya pacar dong?

“Ahjussi, kenapa kau tidak membawa istrimu?” tanyanya. Istri?? Ah gilaa..

“Aku… aku belum menikah…” kataku pelan.

“Apa? Aku tidak dengar…” katanya. Ih bolot amet sih ni bocah..

“Jaerin!” seseorang tiba-tiba datang dan berdiri didepan Jae Rin namun mereka terhalang oleh pagar. Dia seorang laki-laki. Siapa?

“Donghae? Kenapa kesini?” tanyanya. Laki-laki itu melirikku sebentar lalu melihat ke Jae Rin lagi.

“Sini sebentar deh,” katanya sambil member isyarat untuk mendekat. Laki-laki itu membisikan sesuatu ke telinga Jae Rin. Beberapa menit kemudian matanya terlihat membelalak dan rautnya menunjukkan kalau ia kaget.

“Aish, jinjja… kenapa kau bisa lalai?!!” tanya Jaerin dengan nada marah.

“Aku tidak tau! Aku hanya meninggalkannya sebentar untuk membeli kopi hangat, saat aku kembali, ia sudah pingsan!!” kata laki-laki itu yang bernama Donghae. Siapa sih Donghae ini? Pacarnya Jaerin?

“Ah, jebaaal!! Ayo kita ke rumah sakit sekarang! Jangan bilang orang tuamu, ia tidak akan suka…” kata Donghae sambil menarik lengan Jaerin. Jaerin nampak berpikir. Ia melihat kearahku.

“Ahjussi! Aku mohon bantuanmu!” kata Jaerin.

“A… apa?” tanyaku.

***

Aku masuk ke ruang makan lagi dan duduk disamping Woo Jin hyung yang kelihatan sudah sekarat karena si bos.

“Jung Soo! Kau habis dari mana? Lama sekali?” tanya bos.

“Aku tadi… hanya ingin merokok sebentar…” kataku berbohong.

“Kau merokok? Aku tidak tahu kalau kau merokok…”

“Hehehe… hanya sekali-sekali saja… belum kecanduan…”

“Oh… ngomong-ngomong, mana Jaerin?”

“Enng… nga… nganu bos… (kaya Pak RW di Para Pencari Tuhan yg ditayangin pas sahur, wkwkwk) dia… tadi baru saja temannya ada yang datang, lalu ia.. ehm… katanya… ada project gtu deh sama temannya…” astaga… lagi-lagi aku berbohong pada si bos… kalo ia tau kalau aku sudah banyak bohong padanya… jadi apa aku iniiii… hhhh.. aku harus segera masuk ke Super Junior kalau begitu…

“Malem-malem gini? Ckckck… dasar anak itu…” kata bos. Ia sepertinya percaya… padahal…

Flash back

“Ahjussi! Adikku… adikku baru saja bertarung dengan preman terminal! Cederanya yang belum sembuh-sembuh benar jadi parah lagi! Sekarang ia lagi di rumah sakit…” kata Jaerin dengan nada panic.

“Lalu… aku harus gimana?” tanyaku.

“Aku dan pacarnya akan segera ke rumah sakit. Orang tuaku tak akan senang jika tau kalau Yoo Ra lagi-lagi bertarung apalagi sampai mempengaruhi masalah cederanya. Tolong ahjussi bilang ke appa dan umma aku ada… teserah deh mau ada apa, yang penting jangan bilang kalau ini menyangkut Yoo Ra…” katanya. Wajahnya panic bukan kepalang. Tangannya meremas erat-erat handphonenya bahkan ia hampir memakan handphone itu. Segitu panikkah dia?

“Baiklah, appa dan umma-mu ada di tanganku. Segeralah ke rumah sakit,” kataku akhirnya.

“Benar ahjussi? Benar? Benar?! Gomapseumnida!! Ahjussi!! Besok aku traktir ya!” katanya sambil mencengkeram kedua tanganku lalu segera berlari keluar rumah bersama si Donghae itu. Ah gila… gue harus bohong lagi nih?

Tiba-tiba, handphone istri si bos yang duduk di sebelahku bordering. Ia mengambil handphone-nya dan melihat layarnya.

“Jae Rin akan menginap di rumah temannya… wah yeobo, malam ini kita berdua aja di rumah,” kata istri si bos.

“Lho, Yoo Ra gimana?” tanya si bos.

“Sebentar ada sms lagi… oh, Yoo Ra mau bermalam dengan pacarnya… nanti pacarnya datang kesini mengambil baju-bajunya.”

“Apa?! Tidak!! Tidak boleh! Dia tidak boleh satu ranjang dengan orang yang belum jadi suaminya!” kata si bos galak.

“Sepertinya tidak. Dia bersama teman-temannya. Katanya di rumah temannya namanya Tae Young. Aku bereskan bajunya dulu,” kata istri si bos lalu ia beranjak dari tempatnya.

Beberapa saat kemudian, bel berbunyi, lalu sepertinya istri si bos memberikan tas isi baju-baju itu ke pacarnya. Oh iya, dimana ya adiknya itu dirawat? Aku mesti tau nih…

Jae Rin POV

Setelah Jung Soo Ahjussi mau menolongku, aku segera berlari ke motor yang di bawa Donghae. Donghae langsung menyerahkan helm dan segera segera menyalakan mesin.

“Pegangan!” seru Donghae.

“Pegangan apa?” tanyaku.

“Pegangan apa kek! Pegangan knalpot juga boleh! Gue mau ngebut nih!” kata Donghae. Mesin menderu dan ia mulai menjalankan motornya dengan kecepatan liar.

“Yah!! Jangan ngebut-ngubuutt!!” teriakku.

“Kita harus cepat sampai!!” teriaknya. Aku yang merinding dengan kecepatannya yang hamper setara dengan Danny Pedrosa… atau Casey Stoner? Ah, Danny Pedrosa aja yg cakep… *gaje*  akhirnya memeluk punggungnya.

Beberapa menit kemudian setelah boncengan sepeda ontel pake turbo, aku dan Donghae akhirnya sampai di rumah sakit. Dengan badan yang masih bergetar akibat baru pertama kali merasakan boncengan sm Danny Pedrosa, kita segera berjalan cepat ke kamar yang di inap Yoo Ra.

Setelah sampai, aku melihat adikku tersayang itu sudah terkulai lemas di kasur. Cedera kakinya seperrtinya harus menerima terapi ulang.

“Onnie… mia…”

“KAAAUU!! SUDAH TAU BARU SEMBUH, MASIH SAJA SOK JAGOAN YA?!!” bentakku.

“Yah! Tak perlu segitunya!” kata Donghae dengan nada yang agak ditinggikan. Aku terdiam. Yoo Ra sepertinya kapok mempraktekan jurus Jin Kazamanya lagi dengan preman terminal atau preman-preman lainnya.

“Tadi… ada dua orang perempuan dan laki-laki sedang bertengkar. Tiba-tiba, laki-laki itu menampar perempuan itu hingga bibirnya berdarah. Aku marah dan langsung menghantamnya. Tapi aku kalah kuat dengan laki-laki itu…” jelas Yoo Ra.

Aku tau niatnya baik. Tapi tidak begitu juga, kan? Ini lagi pacarnya bukannya jagain…

“Dokternya mana?” tanyaku.

“Sudah pulang. Katanya kemungkinan aku akan tinggal selama 5 hari. Setelahnya rawat jalan saja,” kata Yoo Ra.

“Lalu bagaimana dengan baju-bajumu? Alasan apa yang tepat untuk umma dan appa mengenai ini? Tidak mungkin kau berkata sejujurnya.”

“Tak tau… bilang saja aku menginap di rumah teman…”

“Lalu aku? Aku kan harus menjagamu?”

“Sekarang sms orang tua kalian, Jae Rin bilang kau mau menginap di rumah teman, Yoo Ra bilang menginap bersamaku dan Tae Young atau Younha. Aku akan ke rumah kalian untuk mengambil baju Yoo Ra. Jae Rin, kau bisa tidur di rumahmu besok, biar besok aku yang jaga Yoo Ra,” kata Donghae yang sepertinya sudah kelelahan dengan semua masalah ini. Dia langsung membuka pintu kamar dan keluar.

“Aku… gak enak hati sama Oppa…” kata Yoo Ra.

“Lagian kamu juga… sudah, yang penting kau kapok dengan ini semua,” kataku. Aku duduk di sofa yang di sediakan lalu siap mengirim sms untuk orang tuaku.

45 menit kemudian

Pintu terbuka, dan masuklah Donghae dengan koper yang berisikan baju. Ia menjatuhkan dirinya di sofa dan menghela napas.

“Orang tuaku curiga tidak?” tanyaku.

“Molla… sudahlah, besok bilang saja Yoo Ra terjatuh dari sepeda atau motor. Orang tuamu tidak akan curiga,” katanya. Ia meletakkan kepalanya ke bagian atas senderan sofa dan tertidur.

“Annyeong…” tiba-tiba seseorang datang. Jung Soo Ahjussi?!

“Ahjussi?!” kataku agak terkejut. Yoo Ra sepertinya sudah siap menerkam orang itu.

“Kenapa kau kesini, pervert?!!” kata Yoo Ra dengan nada tinggi. Ahjussi keliatan panic dan siap kabur.

“Yoo Ra! Jangan berlaku kasar dulu! Dia menolong kita member alas an ke umma dan appa!” kataku.

“Tau dari mana rumah kita?” tanyanya.

“Dia itu teman kerja appa… best employer bersama rekannya, Woo Jin Ahjussi…” kataku. “Ahjussi, tau dari mana kita disini?” tanyaku.

“Dia datang bersamaku,” kata Donghae. Hah? Setahuku dia tidur tadi, wkwkwkwk…

“Bagaimana keadaannya? Aku bawa buah,” kata ahjussi sambil mendekatiku.

“Harus perawatan lagi. Mungkin akan banyak kebohongan kepada umma dan appa… tapi mau bagaimana lagi?” kataku.

“Hum… lalu siapa yang menjaganya hari ini?”

“Aku.”

“Mau kutemani?”

“Tidak perlu!!” Yoo Ra tiba-tiba mjb.

“Baiklah…” katanya.

“Aku mau pulang. Jung Soo-sshi, anda mau pulang bersama saya?” tanya Donghae sambil berdiri dan  merapikan bjunya sedikit.

“Baiklah. Jae Rin, aku pulang dulu,” pamit Jung Soo Ahjussi.

“Ne, hati-hati… Terima kasih ahjussi atas bantuannya, besok aku traktir,” kataku sambil tersenyum. Ia membalas senyumku.

“Besok aku kesini,” kata Donghae sambil mendekati Yoo Ra yang berada di kasur.

“Mianhae oppa, semua salahku…” kata Yoo Ra.

“Gak papa… aku juga salah gak jagain kamu, apalagi kamu orangnya gini…” katanya. Ia mencium bibir Yoo Ra sekilas.

Kemudian mereka berdua keluar dari kamar.

Jung Soo POV

“Kau suka dengan Jae Rin ya?” tanya Donghae tiba-tiba saat kami sudah berada di luar kamar.

“Eh? Mak… maaksudnya?” aku gelagapan. Mendengar pertanyaan itu, perutku memulas gak karuan. Hadoohh… badanku langsung lemas…

“Jangan pura-pura lah… Kau suka dengan Jae Rin kan?” tanyanya.

“Eh… ehehehh… umur kami jauh sekali. Itu tidak mungkin,” kataku akhirnya.

“Kau risih kan mendengar dia memanggilmu ahjussi… padahal mungkin orang yang lebih muda dari Jae Rin pun akan memanggilmu Oppa.”

“Gi… gimana ya… heheheh…” aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal.

“Mau minum kopi dulu? Aku tau kedai kopi yang enak disini,” tawarnya.

“Uhm… boleh…” kataku.

Setelah kami sampai ke parking lot, kami dengan berkendaraan motornya pergi ke tempat yang dimaksud Donghae.

“Aku memang suka dengannya,” aku akhirnya mengakui. Donghae yang berada di depanku mengangguk sambil menyeruput cappuccino panasnya.

“Ngomong-ngomong, memangnya umurmu berapa?” tanyanya sambil memakan kue donatnya.

“28 tahun.”

“Uhm… bedanya 10 tahun dong ya?” katanya sambil mengambil meses-meses kecil di donatnya dan memakannya.

“Iya… itu jauh sekali…” kataku.

“Tidak juga. Kau tau, ayah dan ibunya beda berapa tahun? Mereka beda 11 tahun.”

“Bagaimana kau bisa tahu?”

“Keluargaku dekat dengan keluarganya.”

“Kalau begitu, kau tau detail-nya Jae Rin dong?”

“Lumayan. Aku berteman dengannya sejak SMA.”

“Dia… seperti apa sifatnya?”

“Dia itu… bisa berorganisasi dengan baik… sabar… apalagi mengenai adiknya. Dia kurang suka kalau disinggung tentang jodoh. Dia lebih suka music Jepang terutama Yui, dibanding music korea. Jangan beri dia sepatu hak tinggi atau dress atau kosmetik, atau ia akan membuangnya dibelakangmu. Tapi kalau kau beri dia sepatu kanvas biasa, atau t-shirt, atau kemeja biasa, mungkin ia akan menyimpannya.”

“Lalu… barang perempuan apa yang dia suka? Kalau high heels, kosmetik, atau dress dia tidak mau?”

“Dia suka boneka, bunga, atau boneka barbie dengan pakaian feminine.”

“Lho? Dia kan tidak suka pakaian feminine?”

“Berbeda kalau ia memperlakukan sebuah boneka Barbie. Ia akan mendandaninya se-feminine mungkin.”

“Anak aneh…”gumamku.

“Memang. Dulu aku sempat suka dengannya, namun hatiku berubah saat bertemu adiknya.”

“Kau tidak lelah dengan adiknya?”

“Aku sudah terbiasa,” katanya sambil tersenyum melihatku. “Ajak saja Jae Rin jalan-jalan. Apalagi, kau sudah menolongnya. Biasanya, ia membalas orang yang pernah menolong dia dengan traktiran.”

“Aku memang sudah janjian besok untuk jalan bareng.”

“Oh iya, ada barang yang sedang ia incar.”

“Apa? Apa?” tanyaku bersemangat.

“Mac Book Apple.” JEGEEERRRR!!! Lagi-lagi seperti ada petir nyamber gue yang lagi ngadem di bawah pohon toge. Gilaaa… duit gue ga sebanyak ituuuuu!! Kalo gue beliin mac book, kaga makan berapa bulan gue?? T.T

“Ti… tidak ada yang lain?” tanyaku.

“Humm… ada… ada… dia suka berenang, kacamata renangnya hilang. Ia ingin membeli kacamata renang, Cuma ia belum punya waktu untuk membelinya.” Kacamata renang ya? Itu sih masih kebeli lah…

“Kacamata renang ya? Hum… mau temani aku ke toko olahraga? Belum terlalu larut untuk pergi sekarang…”

“Boleh. Sekarang saja,” katanya. Lalu ia berdiri dan menaruh beberapa lembar uang di meja. “Biar aku yang bayar, hyung,” katanya. Hyung? Boleh juga… hehehe… Lalu, kami beranjak dari kedai itu.

Sesampai kami di toko olahraga, kami masuk ke toko itu. Isinya berbagai macam sepatu, baju, dan alat olahraga lainnya. Aku dan dia mendekati rak yang terpajang berbagai kacamata renang.

“Setelah aku beri ini, lalu apa?” tanyaku.

“Kau bisa nyatakan perasaanmu, hyung,” katanya santai.

“Gila! Aku… aku kan bawahan ayahnya!” kataku.

“Apa salahnya? Gak papa kali, nyantai aja,” katanya sambil melihat-lihat kacamata renang. “Yang ini bagus,” katanya sambil mengambil sebuah kacamata renang berwarna hitam.

“Bagaimana kalau yang ini?” kataku sambil mengambil yang berwarna pink.

“Dia tidak suka memakai warna pink. Yang ini saja. Lagipula harganya tidak terlalu mahal,” katanya. Aku mengambil kacamata renang itu dari tangannya. Iya, sih… tapi ini kacamata renang laki-laki…

“Baiklah… aku ke kasir dulu,” kataku. Aku beranjak dari sana menuju ke kasir.

Setelah membayar, aku mencari Donghae. Ternyata ia sedang berada di bagian sepatu.

“Mau memberikan untuk pacarmu?” tanyaku.

“Hm… kurasa iya… tapi kurasa tidak usah sekarang. Ayo kuantar pulang, hyung,” katanya.

“Tidak papa kalau kau mau membeli  dulu,” kataku.

“Tidak… tidak… aku akan membutuhkan waktu lama untuk memilih, lagi pula tokonya mau tutup. Ayo kuantar kau, hyung,” katanya. Aigoo… ia seperti adikku sendiri… baik sekali…

Keeseokan harinya

Jae Rin POV

“Jae Rin, jadi pergi denganku, kan?” itu isi sms dari Jung Soo Ahjussi. Sebenarnya, aku lebih ingin belajar di rumah Siwon, tapi sepertinya jalan-jalan akan lebih menyenangkan. Lagi pula, aku kan sudah berjanji akan mentraktirnya.

Baik ahjussi, aku tunggu kau di depan gedung kuliahku,” kataku di sms. Aku keluar ruangan dan hendak keluar gedung. Hape-ku bergetar, ada sms lagi.

“Aku sudah di depan gedung kuliahmu” hah? Cepat sekali…

Saat aku keluar gedung, benar saja, ia sudah ada di depan gedung kuliahku sambil berdiri didepan mobilnya.

“Cepat sekali, ahjussi?” tanyaku.

“Aku sudah ada disini sejak 20 menit yang lalu,” katanya.

“Mwo? Apa yang kau lakukan?”

“Menunggumu,” katanya sambil tersenyum. “Ayo masuk,” katanya sambil membukakan pintu.

“Kenapa kemarin tidak bawa mobil?” tanyaku saat iya sudah berada di dalam mobil.

“Kemarin mobilku dipinjam oleh temanku. Karena urusan temanku lebih penting dan tempat tujuannya jauh, jadilah aku mementingkan dia dari pada diriku sendiri,” katanya. Ia menyalakan mesin dan mulai menjalankan mobilnya. “Kau mau kemana?”

“Uhm… bagaimana kalau kita membeli pakaian untuk kakakmu dulu? Aku tau tempat butik yang bagus.”

“Boleh… Ayo kesana,” katanya. Lalu ia menyetel tape mobilnya. Alunan lagu yang tidak asing bagiku terdengar. Wah, goodbye-days!

“Ahjussi, kau suka Yui?” tanyaku.

“Hm… lumayan… kemarin iseng pinjam CD temanku, ternyata lagunya enak juga,” katanya. Aku mulai bernyanyi kecil mengikuti lirik dari lagu itu…

Oh good-bye days ima… kawaru ki ga suru… kinou made ni… so long… kakko yokunai… yasashisa ga soba ni aru kara… La la la la love with you…

Jung Soo POV

Yasashisa ga soba ni aru kara… La la la la love with you…” ia menyanyikan nada tinggi itu dengan indah. Aku melihat wajahnya. Ia terlihat sudah hafal diluar kepala dengan lagu itu.

“Ahjussi AWASS!!!” pekiknya yang membuyarkan lamunanku. Aku langsung melihat ke jalanan lagi. Aku langsung menginjak rem. Aku hampir menerobos lampu merah.

“Ahjussi, kau terhenyuk dengan suara Yui hingga hampir menerobos lampu merah?” tanyanya.

“Eh… ti… tidak… aku tadi agak meleng,” kataku berbohong. “Mianhae tentang yang tadi. Dan gomawo sudah mengingatkanku,” kataku lagi.

“Ne… gwaenchana…” katanya. Setelah lampu hijau menyala, aku mulai menjalankan mobilku lagi.

Sesampainya kami di butik, kami masuk ke butik itu. Butik itu terlihat lumayan besar dan mewah.

“Ini butik sepupuku. Dia designer baju,” katanya. Aku mengangguk sambil melihat kesekeliling butik itu. “Heechul oppa!” ia seperti memanggil seseorang.

“Jae Rin-ah! Lama tidak melihatmu!” muncul seorang lelaki dengan pakaian yang modis.

“Ini, teman appa sedang mencari baju wanita untuk noona-nya yang baru menikah,” kata Jae Rin.

“Oh, baiklah! Aku beri diskon setengah harga untukmu. Follow me!” katanya lalu berjalan ke arah tumpukan rak-rak. “Kau mencari gaun pesta? Baju kerja? Atau baju jalan-jalan?” tanyanya.

“Mungkin baju jalan-jalan…” kataku.

“Aku punya baju hasil rancanganku yang paling kukagumi,” katanya sambil mencari-cari baju. “Ini dia~” katanya sambil memperlihatkan sebuah baju.

“Uhm… itu bagus, tapi dia orangnya simple… tidak terlalu suka yang terlalu mencolok…” kataku.

“Baiklah… simple dan manis… uhm…” ia mulai sibuk mencari-cari baju-baju lagi. “Bagaimana dengan ini?” tanyanya. Sebuah dress yang sepertinya cocokuntuk noona…

“Ini bagus… yang ini saja…” kataku sambil menerima baju itu.

“Baiklah, bilang sama kasir, kau dapat potongan harga dari Heechul, haha… Jae Rin-ah! Aku punya sesuatu untukmu! Sebentar!” kata Heechul sambil beranjak menuju ruangannya. Aku pergi ke kasir untuk membayar barangku.

Setelah aku selesai membayar, aku kembali ke tempat dimana Jae Rin dan sepupunya berada. Disana hanya ada Jae Rin.

“Sepupumu mana?” tanyaku pada Jae Rin.

“Di ruangannya. Dia sepertinya mau memberikan sesuatu… pasti tidak akan sesuai dengan seleraku…” katanya.

Lalu, Heechul datang dengan membawa satu dress berwarna ungu dan sangat feminine. “Aku yakin ini akan sangat cocok di badanmu!” katanya.

“Oppa! Aku tidak suka berpakaian seperti itu!” kata Jae Rin.

“Coba dulu! Setidaknya kalau kau tidak suka, kau cocok memakai pakaian ini!” katanya sambil menyerahkan dress itu. Jae Rin menerimanya dan beranjak ke kamar pas dengan ogah-ogahan. Hihi, lucu sekali anak itu… tapi sepertinya kata-kata Heechul benar, dress itu kelihatannya cocok untuk Jae Rin yang bertubuh tinggi dan langsing.

“Ehem…” tiba-tiba Heechul berdeham disebelahku. Aku menoleh kaget padanya. “Kau… teman appa-nya Jae Rin?” tanya Heechul dengan nada heran.

“Uhm… lebih tepatnya bawahannya…” kataku.

“Berapa umurmu?” tanyanya. Ih, ni orang pengin tau banget urusan gue?

“28 tahun.”

“Aku juga 28 tahun.” Aku tersentak. Dia 28 tahun?? Kenapa dia dipanggil oppa?? “Yah, aku tau kau suka dengannya,” katanya tiba-tiba.

“Hah? Ta… tapi…”

“Aku ini peka terhadap orang yang sedang jatuh cinta. Aku bisa membacanya dari aura-mu,” kata Heechul memotong kata-kataku. Aku terdiam. Gue jadi serem sama ni orang…

“Tembak saja dia hari ini. Moodnya lagi bagus,” katanya sambil menepuk pundakku.

“Tapi… aku dan dia…”

“Beda 10 tahun? Tidak masalah… dia memanggimu Ahjussi karena tak tahu berapa umurmu sebenarnya,” lagi-lagi ia memotong kata-kataku. “Sebentar,” ia tiba-tiba menghadapkan badanku didepan badannya. Ia merapihkan sedikit bajuku. “Bajumu kuno. Aku akan beri kau baju. Buatmu, tidak usah beli, oke?” katanya sambil tersenyum. “Jae Rin! Aku ke tempat pakaian laki-laki dulu ya! Temanmu hendak membeli baju!” teriaknya.

“Ne… ne… baju mu susah sekali dipakai!” teriaknya dari kamar pas.

Ia kembali sibuk mencarikanku baju setelah kami sampai ke bagian baju pria. Aku hanya diam disebelahnya. Sesekali ia mengambil baju dan menjajarkan baju itu didepan badanku, terkadang ia  geleng-geleng kepala dan mengembalikan baju itu, terkadang ia mengangguk dan menaruh baju itu di lengan kirinya. Hingga, di lengan kirinya sudah tertumpuk 5 pasang baju.

“Ayo coba satu-satu!” katanya semangat sambil menyerahkan 5 pasang baju itu. Aku beranjak ke kamar pas, mencoba satu persatu baju-baju itu.

Akhirnya aku beraakhir dengan baju yang menurutnya paling pas untukku. Sebenarnya, aku kurang suka dengan baju pilihannya. Aku lebih suka memakai baju biasa. Tetapi, ia bersikeras supaya aku memakai baju itu. Katanya, aku terlihat lebih muda.

“Bagaimana kalau rambutmu juga aku tata?” tawarnya.

“Tidak usah! Tidak usah, Heechul-ssi!” tolakku.

“Baiklah-baiklah… sebentar,” katanya lalu merapikan sedikit pakaian yang ku pakai. “Beritahu aku kalau dia menerimanya, ya!” katanya. Lalu kami berdua kembali ke bagian baju wanita, tempat dimana Jae Rin berada.

Jae Rin sedang melihat-lihat beberapa baju. Ia sudah memakai baju pemberian Heechul, dan… dia…

“Owah! Perfect!!” seru Heechul. “Kau terlihat cantik! Tinggal menata rambutmu sedikit, kau siap pergi ke pesta!” katanya. Ia memang terlihat cantik sekali…

“Sudah puas mendandani aku oppa? Aku benar-benar tidak betah memakai baju ini!” katanya.

“Ya sudah, kau boleh lepas baju itu, tapi kau ganti dengan ini,” katanya sambil mengambil satu dress jalan-jalan yang menuruku juga akan pas di tubuh Jae Rin.

“Aish, wae?! Eh? Jamkan… Ahjussi? Kau kah itu?” tanyanya sambil melihatku.

“Iya… kenapa?” tanyaku.

“Wah! Kau terlihat lebih muda denga pakaian itu! Bagus sekali!” katanya. Aku tersipu malu.

“Sudah, cepatlah ganti dengan baju ini!” suruh Heechul. Jae Rin menerima baju yang di pegang Heechul dan kembali ke kamar pas. Heechul tersenyum puas melihatku sambil mengacungkan jempolnya padaku.

Jae Rin keluar sudah dengan busana yang diberikan Heechul. Dia terlihat sangat berbeda…

“Sudah waktunya kalian pulang! Aku banyak urusan! Bye!” katanya sambil mendorong kami berdua keluar butiknya.

“Oppa, wae?? Kau mengusir kami??” tanya Jae Rin.

“Jamkan, Heechul-ssi… bajuku…” aku lupa bajuku masih tertinggal di kamar pas.

“Sudah tak apa-apa! Kau bisa mengambilnya besok! Bye!” katanya lalu mendorong kami keluar butiknya. Lalu, ia mengganti tulisan OPEN di pintunya dengan tulisan CLOSE serta mengunci pintu kaca itu.

Aku memandang Jae Rin yang terlihat masih agak jengkel dengan sepupunya.

“Huh… oppa-ku itu… Maafkan dia ya ahjussi…” katanya.

“Gwaenchana… geundae… kau cocok dengan baju itu…” kataku.

“Jinjja? Hum… sebenarnya aku kurang suka memakai baju seperti ini… bajumu juga cocok denganmu…”

“Gomawo… hehe… bagaimana kalau kita jalan sekarang?” tanyaku.

“Oke… Aku kan sudah janji denganmu untuk mentratirmu. Aku tau tempat yang pas,” katanya. Lalu kami masuk mobil dan berangakat.

Kami sampai di sebuah restoran pasta. “Aku suka pasta disini. Kau suka pasta kan, ahjussi?” tanyanya.

“Lumayan, hehe…” kataku. Kami masuk ke restoran itu dan menempati tempat duduk di daerah pojokan.

Setelah memesan, kami berdua terdiam agak lama.

“Bagaimana keadaan adikmu?” tanyaku untuk memulai pembicaraan.

“Dia? Lumayan baik. Umma dan appa belum mengetahui hal ini. Setahu mereka, Yoo Ra sedang camping bersama teman-temannya.”

“Lalu yang menjaganya sekarang siapa?”

“Pacarnya.”

“Hum…”

“Oh iya ahjussi. Kau akrab dengan Donghae?”

“Lumayan, sejak kemarin. Ia baik sekali padaku, hingga memanggilku hyung.”

“Hyu… hyung?”

“Ne. Waeyo?”

“Ahjussi, berapa umurmu?”

“Aku? 28…”

“Omona…. Ahjussi, ah ani… Jung Soo-sshi! Jongmal… jongmal… joooooongmaaalll… mianhae… mianhae… aku yakin kau tersinggung dengan caraku memanggilmu!” katanya.

“Ahaha… gwaenchana… gwaenchana…”” kataku sambil menahan ledakan tawaku.

“Lalu… aku bisa panggil kau apa?”

“Uhm… menurutmu?”

“Aku… panggil Jung Soo-sshi aja ya…” jaah… kok ga panggil oppa ajaaa??

“Terserah saja… hehe…” kataku pasrah sambil menegak air putih.

Setelah itu? Aku dan dia hanya bicara seperlunya. Kami makan dengan keadaan hening.

“Jung Soo-sshi, kau sudah selesai?” tanyanya sambil menegak lemon tea-nya.

“Sudah. Oh iya, kau yang bayar kan?” tanyaku.

“Tentu saja,” katanya sambil tertawa kecil.

“Mau pulang?” tanyaku.

“Baiklah,” katanya singkat. Ia meninggalkan uang di atas baki bill di meja, beranjak dari sana.

Aku hanya tinggal mengantarnya ke rumah sakit tampat Yoo Ra dirawat.

“Aku tidak masuk ke kamar adikmu, ya,” kataku.

“Lho, kenapa? Yoo Ra sudah tidak membencimu lagi kok,” katanya.

“Bukan, aku hanya sedang terburu-buru. Eh, sebentar,” kataku sambil membuka laci mobil dan mengambil bungkusan hadiah kacamata renang yang kubeli dengan Donghae kemarin. “Ini untukmu,” kataku sambil menyerahkannya.

“I… ini apa?” tanyanya sambil menerima bungkusan itu.

“Bukan apa-apa. Hanya hadiah kecil. Buka setelah kau sampai di kamar Yoo Ra, ya. Oh iya, terima kasih untuk traktirannya,” kataku.

“Hm… iya. Terima kasih juga untuk hadiah ini,” katanya. Lalu, ia keluar dari mobilku.

Jae Rin POV

Aku keluar sambil menenteng hadiah pemberian Jung Soo-sshi. Ini apa, sih?

Sesampainya aku di kamar Yoo Ra, ada Donghae yang lagi bercanda dengan Yoo Ra.

“Lho, onnie? Kau pakai baju baru?” tanya Yoo Ra.

“Iya. Pemberian Heechul oppa,” kataku sambil meletakkan tasku dan duduk di sofa sambil membuka hadiah pemberian Jung Soo-sshi.

“Itu apa?” tanya Donghae.

“Pemberian Jung Soo-sshi,” kataku.

“Lho, bukan ah-ju-ssi??” tanya Donghae.

“Sudahlah, jgn ungkit itu lagi. Aku ga enak sama dia,” kataku. Aku masih berusaha membuka hadiah itu. Hingga akhirnya bungkus kado itu sudah terlepas semua, aku bisa melihat isinya. Sebuah kacamata renang.

“Kacamata renang?” tanya Donghae. Aku tak menanggapi pertanyaannya. Aku buka kotak itu. Isinya ada kertas kecil.

Dear Jae Rin-ah. Aku suka denganmu. Please, jangan panggil aku ahjussi, aku masih 28 tahun. J Ku harap kau suka denganku juga.

Aku hanya terbengong melihat kertas itu.

“Apa sih isinya?” tanya Donghae sambil langsung merebut kertas itu dan membacanya. “Omo… Jae Rin!! Seorang laki-laki telah menembakmuuu~~” kata Donghae.

“Jinjja?? Oppa, aku lihat!” pinta Yoo Ra. Ia membaca kertas itu. “Onnie-ah! Aku tidak benci pada dia lagi, kok! Ayolah terima saja!!” pinta Yoo Ra.

Aku hanya diam. Diam…

Tidak bisa… atau… belum bisa?

Jung Soo POV.

Handphone-ku bergetar tanda SMS masuk. Aku membukanya.

“Terima kasih hadiahnya, Jung Soo Oppa.”

Dari Jae Rin.

Oppa?

Datang lagi SMS.

“Mungkin setelah aku berumur 20 tahun, oppa. Aku bisa berpacaran denganmu. Mungkin setelah aku berumur 25 tahun, oppa. Aku baru bisa menikahimu. Aku juga suka denganmu.”

7 tahun kemudian

“Sekian rapat hari ini. Kalian boleh kembali,” kata si bos mengakhiri rapat. Aku membereskan buku-bukuku dan menghabiskan sisa air putih di gelasku. “Jung Soo, jangan pergi dulu,” perintah bos. Anjir, ngape dah ni? Padahal, sejak aku pacaran dengan Jae Rin, selain jabatanku ditinggikan (dan juga gajiku), aku jarang kena marah dan selalu jadi best employee.

“Baik, bos…” jawabku.

Setelah semua karyawan pergi dari ruangan, tinggal aku dan bos yg ada di ruangan.

“Duduk disebelahku saja, Jung Soo,” kata bos. Aku menuruti. “Bagaimana Jae Rin denganmu? Apa ada masalah?” tanya bos. Tumben banget si bos nanyain Jae Rin denganku…

“Kita baik-baik saja, kok. Hehe… tumben bos nanyain itu…” kataku.

“Tidak apa-apa…” kata bos sambil tersenyum.

Tik…

Tik…

Tik…

Hanya ada suara jam dinding. Sunyi senyap.

“Jung Soo…” panggil bos tiba-tiba sambil memegang pundakku. Aku kaget sampai-sampai aku hampir terloncat dari kursiku.

“N… Ne?”

“Mungkin sudah saatnya…” katanya tenang sambil tersenyum.

“Saat? Saat apa, bos?”

“Jangan panggil aku ‘bos’ lagi. Panggil saja ‘appa’,” kata bos.

Aku terdiam memandangi mata kelabu bos-ku. Apa… memang sudah saatnya??

“Sudah saatnya aku menitipkannya padamu. Agaknya dia sudah kurang betah tidur sendirian di kasurnya yang kecil. Sudah saatnya kau yang menemaninya.”

“Bos… aku…”

“Appa… panggil saja appa, Jung Soo-ya…”

“Tapi… appa… aku tak tahu Jae Rin sudah siap atau belum…”

“Jung Soo-ya…”

Flashback

Jae Rin’s Appa POV

“Jae Rin? Kau belum tidur?” panggilku saat ku tahu kamar putriku masih menyala lampunya.

“Appa? Belum. Aku sedang menyelesaikan kerjaan,” katanya. Jae Rin sekarang bekerja di suatu perusahaan, tetapi bukan di perusahaanku.

“Jangan terlalu sering berlembur. Akhir-akhir ini appa sering sekali lihat kau berlembur…”

“Hehe… tidak apa-apa…”

“Jung Soo tau kau sering berlembur seperti ini?”

“Jangan sampai dia tau. Dia akan memarahiku habis-habisan, hehe…” katanya sambil terus mengetik.

“Kau ini… Oh iya… Jae Rin, kau…”

“Appa, jamkanman… boleh aku dulu yang bicara?” potongnya.

“N… Ne… waeyo?”

“Appa… umurku sudah 25 tahun…”

“Hm, appa tau itu. Lalu?”

“Appa… aku… ingin menikah…” kata putri sulungku itu. Aku terhenyuk karenanya.

“Me… menikah?”

“Ne… menikah… dengan Jung Soo oppa…”

Aku menghembusakan nafasku keras sambil membelai kepalanya.

“Kau sudah yakin?” tanyaku.

“Ne, appa! Berpacaran dengannya selama 5 tahun kukira sudah cukup… apalagi appa duluan yang mengenalnya.”

Tanganku berpidah ke tangan kirinya dan menggenggamnya erat. Tak terasa… sepertinya baru kemarin aku mendaftarkannya ke taman kanak-kanak… sekarang ia sudah ingin berkeluarga…

“Appa~” katanya manja sambil memeluk lengan kananku dan meletakkan kepalanya di pundak kananku. Aku pasti akan merindukannya…

End of flashback

Malam setelah pernikahan

Jae Rin POV

“Ke hotel?” tanyaku pada Appa setelah appa menyuruhku untuk bermalam di hotel dengan Jung Soo Oppa. “Waeyo?? Aku kan ingin di rumah saja…” kataku.

“Uhm… Jae Rin… Appa minta maaf sebelumnya, tapi, appa sarankan kau di hotel saja, ya?” kata Appa.

“Tapi, Appa! Aku…”

“Sudahlah, Jae Rin. Appa dan Umma tidak mau diganggu oleh ‘ulah’ kita…” potong Jung Soo oppa.

“Huh… padahal aku ingin sekali tidur di rumah…” kataku kesal.

“Mungkin tidak sekarang, Jae Rin… sudah, ya, kau ke hotel saja sekarang,” kata Umma. Lalu kami berpamitan dan segera ke hotel yang sudah di pesankan.

Jae Rin’s Appa POV

Lalu mereka berdua berpamitan dan segera ke hotel yang sudah dipesankan.

“Aigoo… untung Jung Soo bisa membujuknya,” kata istriku.

“Heheh… kalau mereka bermalam di rumah, aku mungkin akan memasang kamera di kamar mereka… Semoga saja Jung Soo bisa memperlakukan Jae Rin dengan baik…” kataku. Aku memang mengkhawatirkannya, maklum saja, Jae Rin-lah putri pertamanku yang menikah. Dan Jung Soo adalah menantu pertamaku. Aku takut Jung Soo akan menyakitinya di malam pertamanya… Kalau mereka bermalam di hotel, setidaknya perasaan khawatir itu sedikit berkurang sehingga aku bisa tidur tenang…

THE END

also published at superjunirff2010.wordpress.com

, , ,

  1. #1 by hanny widiyanti on January 26, 2011 - 10:43 am

    kerennn

Leave a comment